BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Ilmu nahwu memang telah menjadi sebuah disiplin ilmu yang telah di gemari oleh sebagian besar orang-orang salaf. Berbagai aliran yang ada dalam pembahasan nahwu memang seringkali menimbulkan berbagai argumentasi di berbagai kalangan para pemikir sejarah khususnya kajian tentang aliran nahwu seperti aliran basrah, kuffah, baghdad, mesir dan lain-lain.
Dari keberagaman perspektif dan konsep dalam nahwu inilah timbul sebuah aliran dan pemikiran dari negara-negara arab dan dengan munculnya berbagai pandangan akan gramatika bahasa arab yang telah menyebar di belahan dunia dan juga banyak di kaji dan di ulas di berbagai buku-buku qowaid yang mampu mengulas akan konsep nahwu yang ada di berbagai belahan negara-negara arab sehingga konsep tersebut mudah di kaji dan di pahami oleh orang-orang awam yang akan mengkaji seputar nahwu maupun aliran nahwu dari berbagai prespektif ilmu.
Munculnya beberapa aliran ataupun mazhab khususnya aliran baghdad ini telah menjadikan permukaan kajian dalam ilmu nahwuharus teliti dalam mengkaji dan menggolongkannya dalam berbagai golongan yang sesuai dengan konsep para ahli nahwu dari segi struktur kalimat, kaidah dalam bahasa dan biografi ahli nahwu. Perbedaan yang signifikan yang ada dalam aliran baghdad sangatlah kelihatan dari ulama’ aliran basrah dari biografi dan konsep para ulama’ baghdad dengan ulama’ bashrah, kuffah, mesir.
- Rumusan Masalah
- Bagaimana Awal munculnya aliran nahwu di Baghdad?
- Siapa ulama’ nahwu yang ada di kota bagdad ?
- Apa bentuk manhaj aliran Baghdad?
- Tujuan Masalah
- Mengetahui dan memahami awal munculnya aliran nahwu di Baghdad.
- Mengetahui ulama’ nahwu yang ada di kota Baghdad.
- Mengetahui manhaj aliran Baghdad
BAB II
PEMBAHASAN
- A. Perkembangan Nahwu Aliran Baghdad
Pada abad keempat hijriyah para ahli nahwu Baghdad memunculkan metode baru dalam ilmu nahwu, yaitu dengan memilih yang terbaik dari kedua pendapat aliran nahwu yang telah ada, Basrah dan Kufah.Hal ini bermula ketika mereka belajar nahwu kepada dua tokoh yang berbeda aliran, yaitu Tsa’lab dan Al-Mubarrad kemudian mulai mempertemukan kedua aliran tersebut hingga memunculkan aliran baru yang dapat dibedakan dari keduanya.[1]
Munculnya aliran tersendiri ini sempat membuat bingung para penulis biografi para ahli nahwu. Hal ini disebabkan karena ahli nahwu aliran baghdad ini ada yang condong kepada aliran Basrah dan ada pula yang lebih condong kepada aliran Kufah. Oleh karenanya, ada yang menggolongkan sebagian dari mereka ke dalam aliran Kufah, Basrah, dan ada pula yang menggolongkannya dalam kelompok aliran tersendiri[2].
Para pakar kontemporer bahkan berusaha menafikan aliran Baghdad ini dengan alasan bahwa dua orang pembesar aliran ini, yaitu Abu Ali Al-Farisi dan Ibn Jinni menisbatkan diri mereka sendiri ke dalam aliran Basrah[3].
Generasi awal aliran Baghdad ini memang cenderung kepada pendapat aliran Kufah. Oleh karenanya, mereka kadang disebut sebagai pengikut Kufah dan kadang pula disebut sebagai pengikut aliran Baghdad.Tokoh terpenting dari generasi awal ini adalah Ibn Kaisan (w. 299 H), Ibn Syuqair (w. 315 H), Ibn al-Khiyath (w. 320 H).
Kemudian, muncul tokoh seperti Az-Zajjaji, Abu Ali Al-Farisi dan Ibn Jinni yang mana cenderung kepada pendapat aliran Basrah.
Berikut sekilas biografi beberapa tokoh aliran Baghdad ini:
- Ibn Kaisan
Beliau adalah Abu al-Hasan Muhammad bin Ahmad bin Kaisan. Beliau wafat pada tahun 299 H. Beliau belajar nahwu dari Tsa’lab dan Al-Mubarrad.Bahkan Ibn Mujahid mengatakan bahwa beliau ini lebih menguasai nahwu daripada kedua gurunya tersebut. Beberapa tulisan beliau adalah kitab Ikhtilaf al-Bashriyyin wa al-Kufiyyin fi an-Nahwi, Al-Kafi fi an-Nahwi, At-Tasharif, Al-Mukhtar fi ‘Ilal an-Nahwi.[4]
- Abu Ali al-Farisy[5]
Nama lengkapnya Abu Ali al-Hasan bin Abdul Ghafar bin Muhammad bin Sulaiman bin Abaan. Dia dilahirkan di Fasapada tahun 288 H. Dia pergi ke Baghdad pada tahun 307 H, belajar nahwu dan Zujaj, Mubraman, Akhfas, dan Nafthawaih; belajar linguistik[6]dari Ibnu Duraid, belajar qiroat dari Bakr Ibnu Mujahid. Dia merupakan pengikut Mu’tazilah dan ada juga yang mengatakan dia merupakan pengikut Syiah.Karyanya Kitab Tafsir tentang ياايها الذين امنوا اذا قنتم الى الصلاة Kitab Hujjah fil-Qira’at (kitab ini berisi tentang hujjah beliau bahwa setiap qiroah didukung oleh linguistik dan puisi), Kitab at-Tatabbu’ li Kalam Abi Ali al-Jabai (ilmu kalam), Kitab al-Ighfal (yang dilupakan az-Zujaji dalam ma’aniihi) Kitab Naqdul-Nadhur, Syarh Abyat ‘an I’rab (idhoh siir), Mukhtashar ‘Awamil i‘rab.
Puisinya: (خضيت الشيب لما كان عينا خضب والشيب اولى ان يعاب ) “Aku mengecat ubanku karena terasa ada aibnya, karena mengecat uban lebih baik dari pada mendatangkan aib”. Abu Ali al-Farisi meniggal di Baghdad pada hari tanggal 17 Rabiul Awal tahun 377 H, umurnya 92 tahun. Dimakamkan di Sunaiza.
- Ibnu Jinni[7]
Nama lengkapnya Abu al-Fath Utsman bin Jinni, dilahirkan di Mosul sebelum tahun 330 H (ada yang mengatakan dia dilahirkan pada 320 H). Beliau berguru kepada Ibnu Muqsam, Abu al-Faraj al-Asfihani, Abu al-‘Abbas Ahmad bin Muhammad dikenal dengan Imam Akhfas dan Abu Sahl al-Qattam. Dalam syarah kitab Al Mutanabbi dia berkata:”Ada seseorang yang bertanya kepada Abu Thayyib al-Mutanabbi tentang bait puisi: او لم تصبر باد هواك صبرت. Bagaimana huruf alif masih tetap pada kataتصبراpadahal adaلم jazm, mestinya diucapkan denganلم تصبرMutanabbi menjawab: seandainya ada Abu al-Fatah disini, pasti beliau menjawab: alif padaتصبراmerupakan badal dari nun taukid khafifah. Asalnya: لم تصبرنnun taukid khafifah[8]disini jika waqf diganti dengan alif. Karyanya dalam ilmu nahwu: Kitab Ta’aqub fil-‘Arabiyah, Kitab Mu‘rab, Kitab Alfadz min Mahmuz, Kitab Mudzakar wa mu’anats, Kitab Khasha’is, Kitab Sirr Sina‘atul I’rab, kitab Idzal-Qadd (kumpulan kuliah Abu Ali al-Farisi) Kitab Mahasinil-‘Arabiyah, Kitab Tadzkirah al-Ashibaniyah, Kitab Tabshirah. Dalam ilmu sharf : Kitab Jumal Ushulut-Tasrif, Kitab Mushannif (Syarh Tasriful-Mazni), Kitab Tasriful-Muluki. DalamIlmu ‘Arud: Kitab ‘Arudh wal-Qawafi, Kitab Kaafi (Syarh Kitab Qawafi lil-Akhfasy). Dalam ilmu sastra dan puisi: Kitab Syi‘ir (Syarh Diwan al-Mutanabbi), Kitab Ma’ani Abyat Mutanabbi dll.PuisinyaBeliau mempunyai teman tetapi temannya menceritakan aibnya, kemudian beliau membalasnya dengan melantunkan puisi :
صدودك عنى ولا ذنب لى يدل على نية فا سدة
“Penentanganmu kepadaku menujukkan niat yang merusak tidak ada dosa bagiku”. Beliau meninggal di Baghdad pada hari Jum’at bulan Shofar tahun 392 H, dimakamkan di Suniza disamping makam gurunya Abu Ali al-Farisi, disitu juga menjadi makamnya Syaih Junaid seorang tokoh tasawuf.
- Generasi akhir
Yang termasuk golongan ini adalah Ibn asy-Syajariy, Abu al-Barakat Ibn al-Anbariy (w. 577 H) yang menulis buku Al-Inshaf, kemudian Abu al-Baqa’ Al-’Akbariy (w. 616 H), Ya’isy bin Ali bin Ya’isy (w. 643 H), Najmuddin Muhammad bin Ahmad Ar-Rodliy Al-Istirabadiy (w. 686 H), Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari (w. 538 H). Az-Zamakhsyariy adalah penulis Asas al-Balaghah dan juga Tafsir Al-Kasysyaf yang cukup terkenal.Beliau seorang penganut Mu’tazilah.[9]
Di akhir periode ekstensifikasi, Imam Al-Ru’asi (dari Kufah) telah meletakkan dasar-dasar ilmu sharf.Selanjutnya pada periode penyempurnaan, ilmu sharf dikembangkan secara progresif oleh Imam Al-Mazini.Implikasinya, semenjak masa ini ilmu sharf dipelajari secara terpisah dari ilmu nahwu, sampai saat ini. Masa ini diawali dengan hijrahnya para pakar Bashrah dan Kufah menuju kota baru Baghdad. Meskipun telah berhijrah, pada awalnya mereka masih membawa fanatisme alirannya masing-masing.Namun lambat laun, mereka mulai berusaha mengkompromikan antara Kufah dan Bashrah, sehingga memunculkan aliran baru yang disebut sebagai Aliran Baghdad.Pada masa ini, prinsip-prinsip ilmu nahwu telah mencapai kesempurnaan.
Aliran Baghdad mencapai keemasannya pada awal abad keempat Hijriyah. Masa ini berakhir pada kira-kira pertengahan abad keempat Hijriyah.Para ahli nahwu yang hidup sampai masa ini disebut sebagai ahli nahwu klasik. Setelah tiga periode diatas, ilmu nahwu juga berkembang di Andalusia (Spanyol), lalu di Mesir, dan akhirnya di Syam. Demikian seterusnya sampai ke zaman kita saat ini.
- Az-Zamakhsyari[10]
Nama lengkapnya Jadullah Abu al-Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Ahmad. Dia dilahirkan di Zamakhsyar (sebuah kampung kecil di kawasan Khawarizm) hari Rabu tanggal 27 Rajab 467 H. Sejak kecil telah diajak ayahnya ke Khawarizm (sebuah daerah yang terletak di selatan sungai Jihan, timur laut daerah Khurasan, ditaklukkan oleh Qutaibah bin Muslim tahun 86 H). Khawarizm terbentuk dari dua kata yaitu (Khawar) mempunyai arti matahari, yang ditanam, yang dimakan, dan Zem yang mempunyai arti tanah. Dengan demikian bermakna : tanah matahari, tanah pertanian dan tanah kesuburan. Beliau banyak belajar kepada para ulama di antaranya Mahmud bin Jarir adh-Dhabbi al-Asfihani (Abu Madhor), Abu Ali ad-Darir, Abu Sa’ad al-Baihaqi, dan lain-lainnya. Beliau pernah menikah tetapi bercerai tanpa mempunyai anak dan diungkapkan dalam Pendapatnya dalam puisinya:تزوجت لم اعلم ولم اخطاءت ولم اصب فياليتنى قدمتقبل التزوج
Aku telah menikah, saya tidak tahu, aku telah berbuat salah aku tidak pernah berbuat kebenaran, maka seandainya aku mati sebelum menikah.
فو الله ما ابكى على ساكن الترى ولكننى وابكى على المتزوج
Maka demi Allah tidaklah aku menangis karena kekayaan akan tetapi aku menangis karena telah menikah.
Karyanya: Tafsir al-Kassaf, Kitab al-Faiq fi Gharibil-Hadits, Kitab Ru’usul-Masa’il fil-Fiqh, al-Minhaj fil-Ushul, kitab Dhalatun-Nasid fi ‘ilmil-Faraidh, dalam ilmu nahwu: Kitab al-Mufsil fin-Nahwi, Ammudhuz, Syarh ba’dhi Muksilat, Syarh Abyat Kitab Sibawaih, dan Shamim ‘Arabiyah, dalam ilmu arudh : Kitab al-Qisthas fil-‘Arudh, dalam ilmu sastra : Muqaddimah Adab, A’jabal-‘Ajab fi Syarhi lamiyah al-‘Arab, Rabi‘ul-Abrar, al-Waqud Dahab, Nawabighul-Kalim. Tafsir al-Kassaf[11]merupakankarya monumentalnya,sehingga beliau memuji dalam puisi:
ان فى التفاسير الدنيا بلا عدد وليس منها العمري مثل كشافى
“Sesungguhnya kitab tafsir di dunia sangat banyak jumlahnya, seumur hidupku tidak ada yang sepadan dan tafsir al kassafadalah obatnya”. Beliau meninggal di Jarjaniyah[12] di malam hari Arofah (9 Dzulhijjah) 538 H, setelah kembali dari Mekkah.
C. PAKAR NAHWU YANG TERKENAL DI BAGHDAD
1. Abu Musa Al-Khamidh
Nama lengkapnya adalah Abu Musa Sulaiman bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad. Dia belajar ilmu nahwu dari Abu Abbas, pada saat dia berusia sekitar 40 tahun.Meskipun demikian, dia juga belajar nahwu dari para pakar nahwu Bashrah.Abu Musa wafat pada malam Kamis tanggal 7 Dzul Hijjah tahun 305 H, dan dimakamkan di Baghdad. Karya-karya peninggalan Abu Musa antara lain yaitu : kitab Khalqu’l-Insan, kitab A’s-Sabaq wa An-Nidhal, kitab An-Nabat, kitab Al-wuhusy dan kitab Mukhtashar fi An-Nahwi.
2. Ibnu Syaqir
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ahmad bin Al-Hasan bin Al-‘Abbas bin Al-Faraj bin Syaqir. Seperti halnya Ibnu Kisan, Ibnu Syaqir juga belajar ilmu nahwu dari para pakar nahwu Kuffah dan Bashrah.Sehingga dia memadukan dua aliran yang berbeda ini. Dia wafat pada bulan Shafar tahun 317 H. Karya peninggalannya antara lain yaitu kitab Mukhtashar fi An-nahwi, kitab Al-Maqshur wa Al-Mamdud, dan juga kitab Al-Mudzakkar wa al-Muannats.
4. Ibnu Al-Khayyath
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Manshur bin Al Khayyath. Dia memadukan aliran nahwu Kuffah dengan aliran nahwu Bashrah sebagaimana Ibnu Kisan dan Ibnu Syaqir.Ibnu Al-Khayyath wafat pada tahun 320 H di Bashrah. Karya-karya peninggalannnya di bidang ilmu nahwu antara lain yaitu kitab An-Nahwu Al-Kabir, kitab Al-Mujaz, dsb.
5. Nuftuwaih
Nama lengkapnya yaitu Abu ‘Abdullah Ibrahim bin Muhammad bin ‘Arafah bin Sulaiman bin Al-Mughirah bin Habib bin Al-Muhallab bin Abi Shafrah Al-‘Itky Al-Azda Al-Wustho. Lahir sekitar pertengahan tahun 240 H, dan bertempat tinggal di Baghdad. Dia bersaudara dengan Khalid bin ‘Abdullah Al-Muzany. Dia juga termasuk salah satu tokoh yang memadukan aliran Kuffah dan Bashrah, namun dia menolak pendapat yang mengatakan adanya proses etimologi dalam kalam Arab. Nuftuwaih wafat pada hari Rabu tanggal 12 Shafar tahun 323 H di Baghdad, dan dimakamkan pada hari Kamis. Karya-karya peninggalan Nuftuwaih antara lain yaitu kitab At-Tarikh, kitab Al-Iqtisharat, Kitab Gharib Al-Qur’an, kitab Al-Itstitsna’, dsb.
6. Ibnu Al-Anbary
Nama lengkapnya yaitu Abu Bakar Muhammad bin Abi Muhammad Al-Qasim bin Basyar bin Al-Hasan bin Bayan Ibnu Sama’ah Ibnu Farwah bin Quthn bin Da’amah Al-Anbary. Lahir pada hari Ahad tanggal 11 Rajab tahun 271 H dan wafat sebelum berusia 50 tahun, yaitu sekitar tahun 328 H di Baghdad, dan dimakamkan di dekat makan ayahnya. Ibnu Al-Anbary adalah seorang ilmuwan yang berbudi pekerti luhur dan sekaligus memiliki hafalan yang kuat. Di bidang ilmu nahwu, dia banyak belajar dari para pakar nahwu Kuffah.Karya-karya peninggalannya sangat banyak baik di bidang ilmu nahwu, kebahasaan, sastra maupun di bidang ilmu hadits. Misalnya saja di bidang ilmu nahwu dia menulis kitab Al-Maqshur wa Al-Mamdud, di bidang kebahasaan dia menulis kitab Al-Alqab, di bidang sastra dia menulis kitab (meski belum selesai)dan kitab Gharib Al-Hadits (juga belum selesai) di bidang ilmu hadits.
7. Al-Akhfasy Al-Ashghar
Nama lengkapnya adalah Abu Al-Hasan Ali bin Sulaiman bin Al-Fadhl. Dia termasuk salah seorang pakar nahwu yang terkenal yang mempelajari ilmu nahwu dari berbagai pakar nahwu sebelumnya.Dan untuk itu dia banyak melakukan perjalanan meninggalkan Baghdad. Setelah dia kembali ke Bahgdad, dia mulai jatuh dalam kemiskinan hingga pada akhirnya wafat secara mendadak pada tanggal 7 bulan Dzul Qa’dah tahun 315 H dan dimakamkan di pemakaman Qantharah Baradan. Karya peninggalannya yang terkenal antara lain yaitu Sarh kitab Sibawaih, Tafsir Risalah kitab Sibawaih, kitab At-Tatsniyah wa Al-Jam’u, kitab Al-Madzhab fi An-Nahwi, kitab Al-Jarrad dan kitab Al-Anwa’[13]
BAB III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Pada abad keempat hijriyah para ahli nahwu Baghdad memunculkan metode baru dalam ilmu nahwu, yaitu dengan memilih yang terbaik dari kedua pendapat aliran nahwu yang telah ada, Basrah dan Kufah.Hal ini bermula ketika mereka belajar nahwu kepada dua tokoh yang berbeda aliran, yaitu Tsa’lab dan Al-Mubarrad kemudian mulai mempertemukan kedua aliran tersebut hingga memunculkan aliran baru yang dapat dibedakan dari keduanya yakni Bashrah dan Kufah. Oleh karena sifatnya yang ekletis atau pengkombinasian itu, maka mazhab Baghdad tersebut memiliki karakternya sendiri, yaitu tidak terlalu bersifat rasional seperti yang menjadi ciri khas mazhab Bashrah, dan tidak pula terlalu tekstual seperti karakter khas mazhab Kufah. Namun demikian, para peneliti nahwu sering mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi mazhab baghdad ini. Sebab, meskipun disebut sebagai mazhab ekletis dari dua mazhab (Bashrah dan Kufah), para tokoh mazhab ini masih sering menampakan ego masing-masing mazhab asal mereka.
Oleh karenanya, banyak peneliti nahwu meragukan adanya mazhab tersebut. Bagi mereka, apa yang disebut dengan mazhab Baghdad, sebenarnya hanyalah sekedar mencampur adukan dua mazhab (Bashrah dan Kufah) tanpa disertai adanya upaya pencarian identitas maupun karakter tersendiri selain karakter pencampuradukan itu sendiri. Akan tetapi keraguan ataupun penolakan terhadap eksistensi mazhab Baghdad ini disanggah oleh, misalnya, Abd al-’Al Salim Mukrim.
DAFTAR PUSTAKA
Syauqi Dhayf, al-Madaris an-Nahwiyyah
http://forumstudinahwu.blogspot.com/
[1] Syauqi Dhayf, al-Madaris an-Nahwiyyah, 245.
[6]Menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang tata bahasa atau telaah bahasa secara ilmiyah.
[7] Syauqi Dhayf, al-Madaris an-Nahwiyyah, 265
[8]Nun yang berfungsi sebagai penguat yang dibaca ringan.
[9]Syauqi Dhayf, al-Madaris an-Nahwiyyah,276.
[11]yaitu kitab tafsir yang penafsiranya cenderung pada kebalaghan,dan beliau adalah seorang tokoh dari mu’tazilah.
[12]yaitu terletak di pinggir sungai jihan,ibukotanya khawarizm.